Tuesday, May 29, 2007

UTUSAN MINOAN


Sebuah benda seperti perahu besar dengan tiga tiang layar tiga susun mengangkasa di depan gerbang kota Medanggana Raya. Bagian permukaannya yang berwarna perunggu tua dengan lapis-lapis kecil sehingga terkesan seperti sisik ikan terkesan sangat kuat dan megah. Hanya diam seperti menunggu sesuatu untuk bergerak. Tak lama kemudian sebuah sinar kebiruan meluncur dari dalam kota menembus selubung gaib dan membuat sebuah lubang cukup besar berwarna biru terang hingga cukup besar untuk perahu di depannya bisa melewati. Kendaraan perang yang disebut Pavaratha Pushpaka itu pun bergerak melewati lubang itu dan bergerak turun mendarat di halaman gerbang utama.

Seorang lelaki tua berambut pirang dengan perawakan tinggi keluar dari geladak perahu kemudian turun dengan tangga yang sudah terjulur. Pakaiannya yang sangat mewah menunjukan kedudukan tinggi yang disandangnya. Kemudian seorang lelaki muda berpakaian seragam prajurit kota Medanggana Raya menghampiri dan memberikan salam.

“Selamat datang di Medanggana Raya, Tuan Duta Besar Creatus” Kata prajurit itu.

“Terima kasih Arghapati” Kata Duta Besar Creatus menyebut nama prajurit tersebut. Tampaknya keduanya sudah saling kenal dan tampak akrab.

“Anda Sudah ditunggu Prabu Narayala, Tuanku” Kata Arghapati kemudian membimbing Duta Besar Creatus untuk menaiki seekor Narasimha.

“Tak usah pakai penyambutan kebesaran, aku sudah tidak punya waktu lagi, aku harus segera bertemu dengan Prabu Narayala” Kata Duta Besar Creatus. Mendengar permintaan itu Arghapati mengerti situasi darurat yang diisyaratkan Duta Besar Creatus. Mulutnya mengeluarkan siulan nyaring ke arah udara. Dua ekor Garuda Kencana mendarat di hadapan Arghapati.

“Prajurit, kami pinjam Garuda Kencana kalian untuk mengantar Duta Besar Creatus” Kata Arghapati kepada prajurit yang masih berada di punggung Garuda Kencananya. Prajurit itu kemudian mengusap leher Garuda Kencanya dan membisikan sesuatu ke telinganya. Garuda Kencana itu mengeluarkan suara nyaring. Lalu prajurit itu turun dari punggung Garuda Kencana mereka. Sementara Pavakah Garuda Kencana Arghapati tetap diam menunggu tuannya.

“Silahkan naik Duta Besar” kata Arghapati

Duta Besar Creatus menaiki Garuda Kencana yang sudah menunduk diikuti oleh Arghapati menaiki Pavakah. Dengan sekali menepuk punggungnya kedua Garuda Kencana mengepakan sayapnya mengangkasa ke udara kota Medanggana Raya menuju puncak Kuil Cakravartin.

Sementara di ujung gelap dekat perahu itu ditambatkan, Dimas, Pafi dan Raji mengendap endap di balik gerbang lapis kedua. Di belakang mereka Srigati, Jethoraksa dan Sighram ikut mengendap-endap meniru tingkah majikannya. Sesekali Jethoraksa menggeram kecil, seketika Dimas, Raji dan Pafi menengok ke belakang memberikan tanda untuk tidak berisik.

“Ssssstttttttttt….. Jethoraksa jangan berisik” kata ketiganya pada waktu yang hampir bersamaan. Jethoraksa seperti mengerti mengeluarkan suara getar kecil.

“Lihat, siapa orang yang bersama Arghapati, kelihatannya dia orang penting” Pafi menunjuk ke arah perahu terbang yang sedang bersandar. Dimas dan Raji mengawasi dengan lekat orang yang berjalan di samping Arghapati.

“Aku akan mencoba mendengarkan apa yang sedang dibicarakan Arghapati dengan orang itu” Pafi menjulurkan tangan kanannya sedangkan tangan kirinya menutupi telinga sebelah kiri.

“SINIDHAN ANHDHANA”. Tak lama kemudian Pafi melepas telinganya.

“Apa yang kau dengar ?” Dimas bertanya penasaran

“Tampaknya mereka tidak berbicara menggunakan suara, aku merasakan ada getar halus saling berhubungan antara mereka” Pafi menjelaskan.

“Mereka menggunakan telepati untuk berbicara satu sama lain” Desis Dimas.

“Pasti ada sesuatu yang sangat rahasia sampai mereka menggunakan telepati untuk berkomunikasi. Mengapa tidak menyadap pikiran mereka saja” kata Raji

“Tidak, tidak bisa, Arghapati adalah prajurit hebat dan sangat peka terhadap penyadapan pikiran. Lagipula aku belum sekuat itu untuk menyadap pikiran orang dari jarak yang cukup jauh” Kata Dimas.

“Lebih baik kita selidiki, kita ikuti orang asing itu” Dimas mengajak Raji dan Pafi.

“Bagaimana kita tahu siapa orang itu, tanpa terkesan ingin tahu” Tanya Raji.

“Tempat terbaik menyembunyikan rahasia adalah tempat yang paling terbuka” kata Dimas

“Apa maksudnya ?” Raji bertanya lagi

“Kau ini, maka banyak baca pustaka, kita akan mengunjungi Prabu Narayala dan mengatur waktunya persis sesaat tamu tersebut akan selesai dengan Prabu Narayala” kata Pafi.

“Betul, sekarang lebih baik kita menyusul mereka” Dimas berbalik memanggil Sighram. Narasimha itu langsung mengerti maksud majikannya. Sedangkan Raji masih saja bingung, ada satu pertanyaan yang ingin keluar dari mulutnya tapi urung keluar karena pikirannya segera terganti dengan pekikan Jethoraksa yang memanggilnya karena melihat Srigati telah terbang lebih dulu.

Dua Garuda Kencana terbang rendah mendarat dekat halaman kuil Cakravartin. Raji dan Pafi turun dan mengendap. Tak lama kemudian Dimas datang bersama Sighram. Duta Besar Creatus bersama Arghapati sudah sejak tadi berada di puncak kuil.

“Bagaimana caranya kita tahu kalau mereka sudah akan selesai” Raji bertanya.

“Tenang” Pafi memejamkan matanya kemudian mencabut sehelai daun rumput di kakinya menggerakan kedua tangannya ke langit.

“NASPHAIDHAN SORITHA ANHDHANA” Daun rumput itu melayang terbang menuju puncak kuil Cakravartin.

“Aha…Creatus selamat datang di rumahku ha..ha..ha…” Prabu Narayala menyambut Duta Besar Creatus dengan gembira. Duta Besar Creatus menghampiri dan keduanya saling berpelukan.

“Kau makin sehat saja Prabu Narayala” Kata Duta Besar Creatus

“Ayo kita ke dalam, kau pasti sangat lelah telah melakukan perjalanan jauh” Kata Prabu Narayala membimbing tamunya ke dalam pendopo. Arghapati tetap berdiri tegak berjaga bersama Pavakah setelah menyuruh Garuda Kencana milik prajuritnya kembali kepada tuannya.

“Ada hal penting yang harus aku bicarakan denganmu Prabu Narayala” Kata Duta Besar Creatus.

“Tampaknya kau serius sekali, baiklah mari kita duduk” Kata Prabu Narayala yang mengajak tamunya duduk di bale batu. Duta Besar Creatus tampak sangat serius wajahnya.

“Aku membawa ini” Kata Duta Besar Creatus sambil menyerahkan segulungan kertas kepada Prabu Narayala.

Prabu Narayala membuka dengan hati-hati gulungan kertas yang diterimanya kemudian membacanya dengan seksama. Wajahnya berkerut-kerut membaca isi gulungan kertas itu.

“Jadi sudah ada pergerakan di Eropa, siapa yang memimpin ? Tanya Prabu Narayala.

“Sebuah kekuatan baru yang menamakan diri NITHBOR GORSAN. Kami sudah mengamati perkembangan mereka. Kami mulai tertarik mengamati ketika secara tiba-tiba mereka muncul sebagai kekuatan baru dengan dukungan pasukan yang sangat kuat. Kami mencurigai ada dukungan misterius dibalik pasukan mereka.” Kata Duta Besar Creatus

“Seberapa jauh wilayah yang sudah ditaklukan” Tanya Prabu Narayala lagi.

“Mereka sekarang sudah memasuki wilayah selatan, dan semakin kuat dengan munculnya sekutu baru mereka di bagian selatan. Kami khawatir semua ini menjadi tidak terbendung lagi, perang besar nampaknya akan segera berkobar di Orupha. Kami hanya mengingatkan agar Narapati bersiap. Karena kejatuhan Narapati berarti kejatuhan seluruh dunia tengah.” Kata Duta Besar Creatus.

“Narapati telah melakukan persiapan yang diperlukan, kami telah meletakan banyak telik sandi untuk mengawasi gerakan sekutu-sekutu Sanaisbin di Utara. Tapi kami sendiri belum bisa menemukan pusat kekuatan mereka” Kata Prabu Narayala.

“Bagaimana dengan pertahanan kalian ?” Tanya Prabu Narayala

“Semua kekuatan kami pusatkan di sisi barat wilayah kami. INHHRINRAMA adalah benteng terakhir kami. Bentangan laut dan Ranjau-ranjau gaib telah kami sebar sepanjang selat untuk menghambat mereka.” Kata Duta Besar Creatus.

“Sekarang mereka mulai mendesak pertahanan di PHORANVIN melalui SOBANKHA. Itu artinya jika mereka berhasil menguasai PHORANVIN dalam waktu dekat, maka INHHRINRAMA adalah selanjutnya” Kata Duta Besar Creatus.

“Bagaimana dengan RUSALIDHENU ?”Tanya Prabu Narayala

“Mereka telah menyatakan diri sekutu NITHBOR GORSAN.” Kata Duta Besar Creatus.

“Apakah menurutmu hal ini ada kaitannya dengan Amukhsara ?” Tanya Prabu Narayala

“Aku belum melihat bukti keterkaitan mereka dengan Amukhsara, telik sandi kami tidak pernah melihat ada kemunculan bangsa Amukhsara di Uropha” Kata Duta Besar Creatus.

“Bagaimana dengan pertahanan Narapati sendiri” Duta Besar Creatus menampakan wajah cemas yang dalam saat menanyakannya.

Prabu Narayala hanya tersenyum tipis kemudian berdiri dari tempat duduknya bergerak mengitari meja. Duta Besar Creatus tampak bingung dengan reaksi yang ditunjukan Prabu Narayala.

“Jangan khawatir Creatus, tapi maaf sampai saat ini aku belum bisa mengatakan apapun mengenai persiapan Narapati. Kami sedang melakukan penyelidikan lebih dalam, dan persiapan yang kami lakukan sangat tergantung hasil penyelidikan ini.” Prabu Narayala menatap Duta Besar Creatus dengan tajam. Tatapannya beralih menuju tangan Duta Besar Creatus yang terlihat bertanda hitam. Dengan gerakan halus Duta Besar Creatus membalikan tangannya menyadari Prabu Narayala menatap tangan kanannya.

“Baiklah kalau begitu Prabu Narayala, aku hanya mengingatkan saja. Aku akan beristirahat malam ini, besok pagi aku akan kembali melanjutkan perjalananku ke Uropha” Duta Besar Creatus berusaha menyembunyikan kegugupannya.

“Baiklah Creatus, kamarmu sudah disiapkan” Prabu Narayala menepukan tangannya. Arghapati muncul dari pintu relung kemudian menunduk memberikan hormat.

“Arghapati, antarkanlah Duta Besar Creatus ke tempat istirahatnya. Jagalah dia baik-baik” Prabu Narayala memberi perintah.

“Mereka akan segera selesai, sebaiknya kita segera bergegas naik” Pafi menyodorkan tangannya masing-masing kepada Dimas dan Raji,

“Untuk apa tanganmu ?” Raji mengkerut tak mengerti.

“Apa kau mau menapaki seribu anak tangga itu dengan kakimu ?” Pafi mendengus. Tanpa banyak bicara lagi Pafi menyambar tangan Raji dan Dimas, dengan sekali hentakan badannya melayang membawa Dimas dan Raji ikut serta. Hanya dengan beberapa kali pijakan pada anak tangga, mereka sudah sampai di pelataran puncak kuil.

“Baik tuanku, mari Duta Besar silahkan mengikuti saya” Arghapati mempersilahkan Duta Besar Creatus. Saat berbalik meninggalkan tempat, Dimas, Raji dan Pafi muncul. Duta Besar Creatus sejenak berhenti tak melanjutkan langkahnya. Sedangkan Arghapati terlihat seperti pura-pura tidak mengenal mereka bertiga.

“Mari Duta Besar, kendaraan anda telah siap” Arghapati membuyarkan tatapan lekat Duta Besar Creatus kepada wajah Dimas.

Sejenak Dimas terpaku melihat sosok asing yang menjadi kali kedua dilihatnya setelah Nyai Janis. Dalam pikirannya Dimas bertanya-tanya siapa orang ini, tetapi tiba-tiba matanya seperti menangkap bayangan hitam menjulang keluar dari kepala Duta Besar Creatus.

“Duta Besar….” Tegur Arghapati lagi. Duta Besar Creatus segera mengalihkan pandangannya dari Dimas sambil menyapu ke wajah Raji dan Pafi lalu berjalan gagah dengan jubahnya mengikuti Arghapati yang sudah siap menunggu dengan dua ekor Narasimha. Akhirnya keduanya menaikinya dan menghilang di balik gelap malam. Sementara Dimas masih tetap tertegun seperti terhipnotis tak bergerak.

“Dimas….hey…..”Raji menguncang-guncang bahu Dimas. Tak lama Dimas seperti orang yang baru bangun tidur.

“Masuklah anak-anak” suara Prabu Narayala dari dalam ruangan.

“Apa yang terjadi Dimas” Pafi bertanya penuh ingin tahu.

“Eh….entahlah aku melihat sesuatu yang menyeramkan dari orang tadi” kata Dimas.

“Apa yang menyeramkan Dimas” Prabu Narayala muncul dari dalam ruangan.

“Eh…saya tadi melihat ada bayangan hitam keluar dari ubun-ubun tamu yang tadi keluar” kata Dimas, bulu kuduknya seketika merinding membayangkan kembali apa yang tadi dilihatnya.

“Ah….. penglihatanmu memperkuat dugaanku rupanya. Orang itu adalah Duta Besar Creatus. Dia utusan dari kerajaan Minoan dari daratan Uropha” kata Prabu Narayala.

“Dugaan apa Bapak Narayala ?” Kata Dimas, Pafi dan Raji pada waktu yang hampir bersamaan.

“Dimas, bayangan hitam yang kau lihat tadi baru saja melihat proses perubahan menjadi Amukhsara dan tidak semua orang bisa melihat perubahan tersebut” kata Prabu Narayala.

“Maksud Bapak Narayala, Duta Besar Creatus sedang mengalami proses perubahan menjadi Amukhsara ?” Dimas bertanya lagi memastikan yang didengarnya barusan.

“Ya anakku” kata Prabu Narayala singkat.

“Bagaimana hal itu bisa terjadi ? apa yang menyebabkan seseorang bisa berubah menjadi Amukhsara ? tanya Dimas lagi, sementara Raji dan Pafi tetap diam mengikuti semua pembicaraan itu.

“Seseorang bisa berubah menjadi Amukhsara kalau dia telah bersekutu dan mengabdikan dirinya kepada Raja Sanaisbin. Perlahan-lahan dia akan berubah hingga sempurna menjadi Amukhsara setelah 7 purnama. Perubahan itu akan amat menyakitkan, siapapun yang mengalaminya akan merasakan sakit yang luar biasa” Prabu Narayala menerawangkan matanya ke langit-langit ruangan seolah dia sedang mengingat-ingat kembali peristiwa di masa lalu.

“Kalau Duta Besar Creatus sedang berubah menjadi Amukhsara berarti dia akan menjadi musuh kita, kenapa tidak kita tangkap saja, dia pasti bertujuan memata-matai kita” Raji dengan wajah yang penuh tanya dan khawatir bercampur aduk.

“Lebih baik membiarkan musuh tidak tahu kalau kita sudah mengetahui mereka, itu membuat musuh merasa di atas angin dan menjadi lengah” Pafi menjelaskan kepada Raji dengan wajah yang setengah kesal.

“Benar apa yang dikatakan Pafi, kita lebih baik berpura-pura tidak tahu kalau kita sudah tahu apa yang telah diketahui musuh” Prabu Narayala tersenyum.

“Lalu bagaimana dengan perahu yang bersandar di gerbang kota Bapak Narayala ?” Dimas tampak cemas.

“Jangan khawatir Dimas, perahu itu sudah dikunci rapat oleh selubung gaib dari sihir-sihir kuno bangsa Sethi, sehingga tidak ada satupun yang bisa keluar dari perahu itu. Semua sudah dipersiapkan.” Prabu Narayala tersenyum menenangkan hati Dimas yang cemas.

“Nah sekarang sebutkan maksud kedatangan kalian ke sini” Prabu Narayala meruncingkan alisnya sambil menunjukan sehelai daun rumput. Mendengar pertanyaan itu Dimas, Raji dan Pafi salah tingkah. Pafi dan Raji mundur ke belakang Dimas dan mendorongnya maju ke depan. Dimas jadi makin salah tingkah, tapi Prabu Narayala hanya tersenyum ringan.

“Maafkan kami Bapak Narayala, kami hanya penasaran dan tertarik dengan kedatangan sebuah perahu terbang” Dimas menjelaskan.

“Betul Bapak Narayala, kami hanya ingin tahu, siapa tamu penting yang datang pada waktu yang tidak biasa ini” Pafi mencoba memperkuat alas an Dimas.

“Baiklah, lalu kalian sedang apa pada waktu yang tidak biasa ini ?” Tanya Prabu Narayala

“Kami sedang melatih kemampuan mengendarai tunggangan kami Bapak Narayala” Raji mencoba membantu menjelaskan.

“Ahh….begitu, baiklah. Tapi sekarang kalian harus makin berhati-hati dalam memilih tempat latihan. Sekarang sudah sangat malam, lebih baik kalian kembali ke kamar kalian masing-masing” Prabu Narayala meminta ketiganya untuk kembali ke asrama.

“Baiklah Bapak Narayala” kata Dimas pelan.

“Kami pamit Bapak Narayala” kata Pafi yang kemudian mengikuti Dimas dan Raji. Begitu keluar dari pintu ruangan, Sighram telah berada di pelataran merunduk . Sedangkan Srigati dan Jethoraksa baru mendarat kemudian. Malam akhirnya menutup dengan sempurna semua kesunyian dengan hembusan lembut angin dingin yang membuat semua yang bernafas menggelungkan tubuhnya dalam balutan selimut hangat.

------------ “”” -----------

Duta Besar Creatus berjalan dilepas oleh Prabu Narayala dari kediamannya. Arghapati mengawal Duta Besar Creatus menuju Pavaratha Pushpaka yang masih disauhkan di gerbang utama. Sebuah pintu terbuka dari dinding lambung kiri kendaraan tersebut. Tampak sinar kekuningan memancar dari dalam ruangan Pavaratha Pushpaka. Semua acara pelepasan itu terus diperhatikan oleh Dimas dengan seksama. Tangannya tak henti berayun-ayun di depannya seakan sedang meraba-raba sesuatu di udara.

“Apa yang kau temukan Dimas” Raji bertanya

“Belum, aku masih menunggu selubung gaibnya dilepaskan, selubung itu dirancang terlalu kuat” Dimas masih tetap dengan gerakan tangannya.

“Gerbang itu dibuat dengan sumber energi yang sangat besar, menurut yang aku baca dari pustaka, sumber energi itu adalah batu bintang yang dulu pernah jatuh ke bumi dan menghancurkan hampir semua kehidupan di permukaannya” kata Pafi sambil terus mengawasi gerakan Pavaratha Pushpaka.

“Aku merasakan selubung gaibnya sekarang sudah terlepas, aaaahhhhhhhgggg….. aaaahhhhhhhhhh…..aaaaahhhhhhhhhhh” Dimas tiba-tiba merasakan sensasi ketakutan yang luar biasa yang dia dapatkan setelah selubung gaib terbuka dan menyentuh permukaan Pavaratha Pushpaka.

“Dimas….Dimas…..kau kenapa ?” Raji dan Pafi pada saat yang bersamaan. Tetapi Dimas tidak merespon.

“Raji kita harus memutus hubungan gaibnya dengan Pavaratha Pushpaka itu” kata Pafi.

“Iya, tapi bagaimana caranya ?” Raji kelihatan bingung

“Sepertinya tenaga Dimas kalah besar dengan Pavaratha Pushpaka, kita harus membantunya dengan menghajar Pavaratha Pushpaka itu pada satu titik, dengan begitu menurut yang aku baca, Pavaratha Pushpaka akan memusatkan energinya pada titik yang diserang, sehingga ada kesempatan buat Dimas untuk melepaskan diri dari ikatan energinya” Pafi mulai bersiap diikuti Raji.

“Ingat Raji, kita harus menyerangnya pada satu titik yang sama, aku akan ikuti seranganmu, jadi kau bisa memilih bagian mana yang akan kau serang” Pafi menepukan kedua telapak tangannya di atas kepala.

“Baiklah aku sudah siap” Raji sudah siap dengan tangannya melepaskan tenaga. Sementara Dimas masih terjebak dalam hubungan dengan energinya dengan Pavaratha. Air dari nadisara disekitar gerbang utama tiba-tiba bergolak dan air yang berputar melucur menghantam bagian lambung kiri Pavaratha diikuti angin puting beliung menghantam pada bagian yang sama.

“Ah….terima kasih……kalian telah membebaskan aku, cepat sembunyi sebentar lagi akan banyak prajurit yang akan menyisir wilayah ini” Dimas yang langsung terbebas setelah serangan yang dilakukan Raji dan Pafi bergerak cepat, diikuti kedua sahabatnya.

Pavaratha itu mengalami kerusakan pada bagian lambung kirinya, hantaman hebat yang dilakukan Pafi dan Raji memaksa wahana terbang itu kembali mendarat. Sementara pasukan kerajaan segera menyebar ke segala arah mencari si penyerang.

Duta Besar Creatus dengan wajah merah padam keluar dari Pavaratha yang dinaikinya disambut oleh Arghapati.

“Maafkan atas kejadian ini Duta Besar, kami sedang mencari pelakunya” Arghapati menyampaikan permintaan maaf. Duta Besar Creatus hanya menunjukan wajah murka.

“Aku minta penjelasan kepada Prabu Narayala, siapa yang menginginkan kematianku” jawab Duta Besar. Arghapati mengerti apa yang diinginkan oleh Duta Besar Creatus, kemudian dia menyiapkan seekor Garuda Kencana untuk Duta Besar Creatus. Arghapati untuk kedua kalinya mengawal Duta Besar Creatus ke kediaman Prabu Narayala.

“Ada apa Arghapati, apa yang terjadi ?” Prabu Narayala muncul menyambut kembali kedatangan Duta Besar Creatus yang wajahnya merah padam.

“Maafkan hamba mengganggu tuanku, tadi Pavaratha Pushpaka Duta Besar Creatus mendapat serangan. Saya masih mencari tahu siapa penyerangnya” Arghapati menjelaskan.

“Prabu Narayala, siapa penduduk Medanggana Raya yang mau membunuhku ?” Duta Besar Creatus bertanya dengan wajah yang begitu marah.

“Aku sendiri tidak tahu Creatus, tapi aku akan pastikan melakukan penyelidikan atas masalah ini. Aku pribadi minta maaf atas kejadian yang tidak menyenangkan ini” Prabu Narayala berusaha menenangkan Duta Besar Creatus.

“Tinggal lah beberapa hari lagi sampai Pavaratha Pushpaka mu diperbaiki” kata Prabu Narayala.

“Baiklah Prabu Narayala, aku akan tinggal sampai Pavaratha Pushpaka ku siap, sekarang aku akan kembali ke wisma” Duta Besar Creatus membalikan badan. Prabu Narayala hanya memberikan isyarat kepada Arghapati untuk mengantarnya. Selepas Duta Besar Creatus pergi, Prabu Narayala memejamkan matanya, mulutnya berkomat-kamit mengucapkan mantra, lalu memanggil nama Dimas.

Dimas merasakan ada yang berbisik ke telinganya, dengan cepat dia segera mengenal suara siapa yang memanggilnya.

“Hey, Bapak Narayala memanggilku” kata Dimas

“Apa” kata Raji dan Pafi bersamaan.

“Apakah mungkin Bapak Narayala tahu kejadian yang telah kita perbuat tadi?” Raji agak cemas mengucapkannya.

“Aku yakin beliau sudah tahu, beliau memiliki kemampuan melihat jarak jauh” Dimas dengan nada lemas.

“Betul, aku yakin begitu, karena memang ada ilmu yang mengajarkan penglihatan jarak jauh. Hanya orang-orang yang sudah sangat tinggi kemampuan energi dalamnya dan sangat jernih pikirannya yang bisa melakukan itu. Kabarnya hanya ada 1 orang lagi yang bisa melakukannya selain Bapak Narayala, dia adalah Raja Sanaisbin” Pafi memperkuat kekhawatiran Dimas.

“Lebih baik kita segera ke tempat Bapak Narayala” Dimas berjalan dengan lemas diikuti kedua sahabatnya.

“Lihat Duta Besar Creatus baru saja keluar dari gerbang kediaman Prabu Narayala” Pafi mengarahkan pandangannya kepada Duta Besar Creatus yang sedang berjalan diiringi oleh Arghapati bergegas.

“Jika kita berpapasan dengan dia kali ini, dia tidak boleh mengenali kita sebagaimana yang pernah dia lihat di puncak kuil Cakravartin. Kita harus malih rupa” Dimas menyarankan kedua sahabatnya segera melafalkan mantra malih rupa.

“SORHANTHI LAGAN” sambil mengusap wajah mereka masing-masing seketika wajah mereka berubah. Dimas kembali berjalan menuju jalan yang kini sedang dilalui oleh Duta Besar Creatus. Pafi dan Raji mengapit dari belakang dengan wajah menunduk seperti yang dilakukan oleh Dimas.

Untuk kedua kalinya Dimas berpapasan dengan Duta Besar Creatus, kali ini Dimas tidak lagi melihat bayangan hitam keluar dari ubun-ubun Duta Besar Creatus, tetapi perubahan yang lebih menakutkan lagi. Dimas segera menundukan kepalanya. Sedangkan Duta Besar Creatus memandangi dengan tajam ketiganya lalu berhenti. Wajahnya yang tadi berkerut marah, sekarang dipaksakan tersenyum dengan garis wajah yang kaku.

“Ah….anak-anak” Duta Besar Creatus menebarkan senyumnya yang dipaksakan ramah. Dimas tersentak tak menyangka kalau Duta Besar Creatus akan menyapanya. Pafi dan Raji hanya diam berusaha menyembunyikan ekspresi wajah pelaku yang tadi menggagalkan keberangkatan orang yang di hadapan mereka. Dimas berhenti dan tetap menunduk berusaha sebisa mungkin tidak menatap wajah Duta Besar Creatus.

“Kalian pasti tiga serangkai yang terkenal itu, Namaku Creatus” Duta Besar Creatus menjulurkan tangannya mengajak bersalaman kepada Dimas. Dimas berusaha menyembunyikan semua keraguan dari wajahnya, dia berpikir keras bagaimana tidak melakukan kontak tangan dengan Duta Besar Creatus.

“Maafkan hamba tuanku, hamba tidak mengerti maksud tuanku” Dimas berlutut dengan tetap menundukan wajahnya. Pafi dan Raji segera mengerti melihat apa yang dilakukan Dimas dan ikut berlutut dengan kepala tertunduk dan tangan disatukan diatas kepala. Arghapati yang berada di belakang Duta Besar Creatus tersenyum kecil mengenali siapa di balik wajah-wajah itu dan segera menyela.

“Mereka bertiga anak-anak abdi dalem kediaman Prabu Narayala, mereka setiap sore seperti ini datang untuk membantu orang tua mereka membersihkan rumput di taman keraton” Arghapati dengan wajah serius menerangkan kepada Duta Besar Creatus. Mendapati dirinya salah maksud, Duta Besar Creatus tersenyum.

“Ah, rupanya aku salah maksud” Dengan wajah yang sedikit keheranan dan agak ragu Duta Besar Creatus kembli melanjutkan langkahnya menuju wisma tamu kerajaan.

Jauh Duta Besar Creatus dari pandangan, Dimas segera bangkit dan kembali berjalan menuju kediaman Prabu Narayala.

“Hampir saja dia menyentuh tanganku” Jantung Dimas berdegup kencang.

“Memang kenapa kalau dia menyentuhmu Dimas ?” Raji belum mengerti kenapa Dimas begitu ketakutan.

“Kalau dia menyentuhku, maka jejak ikatan energi yang pernah terjadi antara aku dan Pavaratha Pushpaka miliknya akan bisa dia rasakan. Akhirnya dia akan bisa menerka siapa yang menyerang Pavaratha Pushpakanya” Mendengar penjelasan itu Raji dan Pafi mengangguk mengerti.

“Lalu apa yang akan kita katakan kepada Bapak Narayala tentang serangan kita terhadap Pavaratha Pushpaka milik Duta Besar Creatus” Pafi melempar pertanyaan kepada Dimas dan Raji.

“Entahlah, mungkin lebih baik kita berkata jujur, toh pasti Bapak Narayala sebenarnya sudah tahu bahwa kita pelakunya. Kalau beliau marah pada kita, ya kita terima saja sebagai akibat dari kecerobohan kita” Dimas mencoba pasrah. Raji dan Pafi hanya bisa diam dan menunjukan ekspresi wajah yang juga sama pasrahnya dengan Dimas. Tanpa banyak bicara lagi mereka bertiga terus melanjutkan langkah mereka ke dalam gerbang kediaman Prabu Narayala.

Duta Besar Creatus kembali ke wisma tempatnya menginap, jalannya seperti tergesa-gesa. Wajahnya yang ditundukan saat berjalan berusaha menyembunyikan ekspresi suasana hati yang sesungguhnya. Tangannya disidakep di depan dadanya tertutup oleh bagian jubahnya. Arghapati mengantarkannya sampai depan pintu wisma kemudian meninggalkan wisma menuju tempat bersandarnya Pavaratha Pushpaka Duta Besar Creatus.

“Bagaimana, apakah kau sudah panggil para ahli perbaikan kesini ?” Arghapati bertanya kepada seorang prajurit.

“Maafkan tuan Arghapati, saya sudah membawa beberapa ahli perbaikan, tetapi ditolak oleh nahkoda kapal” kata prajurit tadi. Arghapati hanya terdiam memperhatikan wahana itu dengan seksama.
Perbaikan terhadap Pavaratha Pushpaka milik Duta Besar Creatus terus berjalan. Tak satupun ahli Pavaratha Pushpaka Narapati diperbolehkan untuk ikut membantu memperbaiki. Beberapa pekerja yang memiliki bentuk tubuh yang kecil yang merupakan awak wahana tersebut sedang bekerja melakukan perbaikan dengan cara yang sangat aneh. Mereka hanya melakukan pengecatan pada bagian yang terkoyak dengan tinta berwarna ungu yang merupakan campuran dari dua tinta berwarna biru dan merah. Dalam sekejap tinta tersebut kering dan menyerap ke dalam kulit Pavaratha Pushpaka. Seperti mahluk hidup, kulit yang koyak tersebut segera saja kembali seperti semula seperti sebuah luka yang mulai sembuh.

“Prajurit” Arghapati memanggil dua prajurit yang sedang berjaga.

“Kalian harus awasi dengan ketat semua yang dilakukan semua awak Pavaratha Pushpaka ini, jangan sampai lolos satu pun dari pengawasan kalian” Arghapati memberi perintah. Kedua prajurit tersebut mengangguk memberi hormat kepada Arghapati.

Arghapati menaiki Pavakah kemudian terbang meninggalkan tempat itu menuju kediaman Prabu Narayala.

“Maafkan hamba gusti Prabu kembali menghadap, hamba tadi sempat melihat pelaksanaan perbaikan Pavaratha Pushpaka Duta Besar Creatus” Arghapati berhenti menunggu isyarat untuk melanjutkan laporannya dari Prabu Narayala.

“Apa yang kau lihat Arghapati ?” tanya Prabu Narayala

“Hamba mendapat laporan bahwa tenaga perbaikan yang kita siapkan ditolak oleh awak wahana tersebut, mereka menggunakan tenaga perbaikan mereka sendiri. Dari ciri-ciri fisiknya mirip sekali dengan bangsa Sethi, tetapi dengan bola mata yang hitam. Perbaikan yang mereka lakukan sangat berbeda dengan yang biasa kita lakukan terhadap wahana Pavaratha Pushpaka. Mereka seperti sedang mengobati mahluk hidup. Para pekerja itu mencampur dua cairan berwarna biru dan merah kemudian menyiramkannya pada bagian wahana yang rusak. Kerusakan wahana itu segera menutup rapat seperti sebuah luka yang mengering. “ Arghapati menyelesaikan semua laporannya.

“Hmmm, para Janggan Wimana, dukun-dukun kerdil, baiklah Arghapati. Simpan semua hal ini, jangan sampai ada yang membicarakannya. Sekarang kau kembali lah awasi wahana Pavaratha Pushpaka itu sampai keberangkatannya keluar dari wilayah Narapati. Sebar telik sandi untuk mengikuti kemana pun wahana itu pergi. Berhati-hatilah.” Prabu Narayala memberikan perintah.

“Baik Gusti Prabu, hamba laksanakan perintah” Arghapati memberikan salam hormat dan pergi meninggalkan ruangan. Suasana ruangan menjadi hening, Prabu Narayala hanya duduk di atas kursi seakan sedang menunggu kedatangan tamu yang lain.

No comments: